Tuesday, February 3, 2015

Adab-adab bertamu

Memperbaiki Niat
Tidak bisa dipungkiri bahwa niat merupakan landasan dasar dalam setiap amalan. Hendaklah setiap muslim yang akan bertamu, selain untuk menunaikan hajatnya, juga ia niatkan untuk menyambung silaturahim dan mempererat ukhuwah. Sehingga,… tidak ada satu amalan pun yang ia perbuat melainkan berguna bagi agama dan dunianya. Tentang niat ini Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امريء ما نوى
“Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan setiap orang tergantung pada apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari, Muslim dan selain keduanya).
Ibnul-Mubarak berkata :
رب عمل صغير تعظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية
“Betapa amal kecil diperbesar oleh niatnya dan betapa amal besar diperkecil oleh niatnya” [Jaami’ul-Ulum wal-Hikam halaman 17 – Daarul-Hadits].
Memberitahukan Perihal Kedatangannya (untuk Minta Ijin) Sebelum Bertamu
Adab ini sangat penting untuk diperhatikan. Mengapa ? Karena tidak setiap waktu setiap muslim itu siap menerima tamu. Barangkali ia punya keperluan/hajat yang harus ditunaikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau barangkali ia dalam keadaan sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu sebagaimana dianjurkan oleh syari’at. Betapa banyak manusia yang tidak bisa menolak seorang tamu apabila si tamu telah mengetuk pintu dan mengucapkan salam padahal ia punya hajat yang hendak ia tunaikan.Allah telah memberikan kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana komunikasi (surat, telepon, sms, dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk melaksanakan adab ini.
Menentukan Awal dan Akhir Waktu Bertamu
Adab ini sebagai alat kendali dalam mengefisienkan waktu bertamu. Tidak mungkin seluruh waktu hanya habis untuk bertamu dan melayani tamu. Setiap aktifitas selalu dibatasi oleh aktifitas lainnya, baik bagi yang bertamu maupun yang ditamui (tuan rumah). Apabila memang keperluannya telah usai, maka hendaknya ia segera berpamitan pulang sehingga waktu tidak terbuang sia-sia dan tidak memberatkan tuan rumah dalam pelayanan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
فإذا قضى أحدكم نهمته من وجهه فليعجل إلى أهله
“Apabila salah seorang diantara kamu telah selesai dari maksud bepergiannya, maka hendaklah ia segera kembali menuju keluarganya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Berwajah Ceria dan Bertutur Kata Lembut dan Baik Ketika Bertemu
Wajah muram dan tutur kata kasar adalah perangai yang tidak disenangi oleh setiap jiwa yang menemuinya. Allah telah memerintahkan untuk bersikap lemah lembut, baik dalam hiasan rona wajah maupun tutur kata kepada setiap bani Adam, dan lebih khusus lagi terhadap orang-orang yang beriman. Dia telah berfirman :
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman” [QS. Al-Hijr : 88].
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata :

ألن لهم جانبك, كقوله : لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم
“Maksudnya bersikap lemah lembutlah kepada mereka sebagaimana firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang beriman” (QS. At-Taubah : 128) [selesai perkataan Ibnu Katsir].

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لا تحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق

“Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari kebaikan-kebaikan, meskipun hanya kamu menjumpai saudaramu dengan muka manis/ceria” [HR. Muslim].

Selain berwajah ceria dan bertutur kata lembut, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah hendaklah ia berkata baik dan benar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan tegas telah memberi peringatan :

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam” [HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya. Hadits ini terdapat dalam Arba’in Nawawi nomor 15].
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menggandengkan kata iman dengan pilihan antara berbicara baik atau diam. Mafhumnya, jika seseorang tidak mengambil dua pilihan ini, maka ia dikatakan tidak beriman (dalam arti : tidak sempurna imannya). Hukum asal dari perbuatan adalah diam. Kalaupun ia ingin berkata, maka ia harus berkata dengan kata-kata yang baik. Sungguh rugi jika seseorang bertamu dan bermajelis dengan mengambil perkataan sia-sia lagi dosa seperti ghibah, namimah (adu domba), dan lainnya yang tidak menambah apapun dalam timbangan akhirat kelak kecuali dosa. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إن الرجل ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها يزل بها في النار أبعد ما بين المشرق والمغرب
‘Sesungguhnya seseorang mengucapkan kata-kata, ia tidak menyangka bahwa ucapannya menyebabkan ia tergelincir di neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat” [HR. Bukhari dan Muslim].

Tidak Sering Bertamu
Mengatur frekwensi bertamu sesuai dengan kebutuhan dapat menimbulkan kerinduan dan kasih-sayang. Hal itu merupakan sikap pertengahan antara terlalu sering dan terlalu jarang. Terlalu sering menyebabkan kebosanan. Sebaliknya, terlalu jarang mengakibatkan putusnya hubungan silaturahim dan kekeluargaan.
Dianjurkan Membawa Sesuatu Sebagai Hadiah
Memberi hadiah termasuk amal kebaikan yang dianjurkan. Sikap saling memberi hadiah dapat menimbulkan perasaan cinta dan kasih saying, karena pada dasarnya jiwa senang pada pemberian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

تهادوا تحابوا
“Berilah hadiah di antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” [HR. Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad no. 594; dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwaa’ no. 1601].
Tidak Boleh Seorang Laki-Laki Bertamu kepada Seorang Wanita yang Suaminya atau Mahramnya Tidak Ada di Rumah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sangat keras menekankan pelarangan ini sebagaimana sabda beliau :
إياكم والدخول على النساء فقال رجل من الأنصار يا رسول الله أفرأيت الحمو قال الحمو الموت
“Janganlah sekali-kali menjumpai wanita”. Maka seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya : “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan Al-Hamwu?”. Beliau menjawab : “Al-Hamwu adalah maut” [HR. Bukhari dan Muslim].
Imam Al-Baghawi dalam menerangkan hadits ini mengatakan : Al-Hamwu jamaknya Ahma’ yaitu keluarga laki-laki dari pihak suami dan keluarga perempuan dari pihak istri. Dan yang dimaksudkan di sini adalah saudara laki-laki suami (ipar) sebab dia bukan mahram bagi istri. Dan bila yang dimaukan adalah ayah suami sedang ayah suami adalah mahram, maka bagaimana lagi dengan yang bukan mahram ? [selesai].
Tentang kalimat “Al-Hamwu adalah maut”; Ibnul-‘Arabi berkata : “Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh orang Arab, sama dengan ungkapan : Serigala adalah maut. Artinya, bertemu serigala sama dengan bertemu maut”.
Dan Lain-Lain
Masih banyak adab-adab bertamu jika diuraikan secara lebih luas lagi seperti memilih waktu untuk bertamu, mengucapkan salam, menjaga pandangan, dan yang lainnya dimana sebagiannya telah dituliskan di "Adab-Adab Minta Ijin" (http://manrapishop.blogspot.com/2015/02/kewajiban-meminta-ijin-sebelum-memasuki.html). Sedikit yang bisa dituliskan di atas semoga bermanfaat bagi kita semua. Allaahu a’lam.
Ditulis kira-kira 2 tahun yang lalu di Bogor, Dzulhijjah 1427 H.
Abul-Jauzaa'

Kewajiban Meminta ijin sebelum memasuki rumah orang lain


Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur semua hal dalam kehidupan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, segala aspek kehidupan.

Islam telah memberikan perhatian yang sangat besar pada masalah adab meminta ijin masuk rumah. Allah telah mengaturnya secara khusus sebagaimana firman-Nya dalam QS. An-Nuur : 27-29 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ * فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّى يُؤْذَنَ لَكُمْ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا هُوَ أَزْكَى لَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ * لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum minta ijin dan memberikan salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat ijin. Dan jika dikatakan kepadamu : “Kembali (saja)lah”; maka hendaknya kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”.
Bahkan Allah telah memerintahkan kepada para orang tua untuk mendidik serta membiasakan anak semenjak usia dini agar meminta ijin ketika ingin memasuki kamar orang tuanya di tiga waktu khusus, sebagaimana firman Allah :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِنْ قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُمْ مِنَ الظَّهِيرَةِ وَمِنْ بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاءِ ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمِ
”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta ijin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu : sebelum sembahyang shubuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari, dan sesudah sembahyang ‘Isya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nuur : 58).
Akan tetapi bila telah menginjak usia baligh, maka ia harus meminta ijin kapan saja dan dimana saja, baik di dalam rumah ataupun di luar rumah, karena Allah telah berfirman :

وَإِذَا بَلَغَ الْأَطْفَالُ مِنْكُمُ الْحُلُمَ فَلْيَسْتَأْذِنُوا كَمَا اسْتَأْذَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
”Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta ijin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta ijin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nuur : 59).

Secara lebih detail, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan adab dan etika meminta ijin melalui sunnah-sunnahnya, yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.
Menyebutkan nama bagi orang yang meminta ijin dengan mengatakan,”Saya adalah Fulan”.
Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata :
أتيت النبي صلى الله عليه وسلم قد قمت الباب فقال : "من هذا ؟". فقلت : "أنا". فقال : "أنا أنا". كأنه كرهها
”Aku mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam maka aku mengetuk pintu. Lalu beliau bertanya : “Siapa?”. Maka aku menjawab : “Saya”. Lalu beliau berkata : “Saya, saya”. Sepertinya beliau tidak suka” (HR. Bukhari Muslim).
Dari Abu Dzar radliyallaahu ‘anhu ia berkata :

خرجت ليلة من الليالي فإذا رسول الله صلى الله عليه وسلم يمشي وحده فجعلت أمشي في ظل القمر فلتفت فرأني فقال : "من هذا؟". فقلت : "أبو ذر"
"Aku keluar pada suatu malam, ternyata ada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam sedang berjalan seorang diri. Maka aku sengaja berjalan di bawah cahaya bulan, lalu beliau menoleh dan melihatku. Maka beliau bertanya : “Siapa ?”. Aku menjawab : “Abu Dzarr” (HR. Bukhari Muslim).
2.
Meminta ijin tiga kali (dengan mengetuk pintu dan mengucapkan salam)
Adab bagi seorang yang hendak bertamu adalah mengetuk pintu (hadits Jabir di atas) dengan pelan/tidak terlalu keras sambil minta ijin dengan mengucapkan salam.
Dari Kildah bin Hanbal radliyallaahu ‘anhu ia berkata :

دخلت عليه ولم أسلم فقال النبي صلى الله عليه وسلم : "ارجع !". فقال : السلام عليكم أأدخل ؟
”Aku mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu aku masuk ke rumahnya tanpa mengucapkan salam. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : ‘Keluar dan ulangi lagi dengan mengucapkan Assalamu’alaikum, boleh aku masuk?” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan ia – yaitu Tirmidzi – berkata : Hadits hasan).
Dari Abi Musa Al-Asy’ary radliyallaahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
الإستئذان ثلاثة، فإن أذن لك وإلا فارجع
”Minta ijin masuk rumah itu tiga kali, jika diijinkan untuk kamu (masuklah). Dan jika tidak, maka pulanglah” (HR. Muslim).
Itulah adab syar’i yang mungkin “asing” di tengah kaum muslimin. Kita tidak perlu marah atau kesal jika pemilik rumah tidak memberi ijin dan menyuruh kita kembali pulang. Barangkali si pemilik rumah mempunyai hajat kesibukan atau udzur, sehingga tidak bisa melayani kedatangan tamu.
3.
Tidak menghadap ke arah pintu
Ketika kita mengetuk pintu, dianjurkan untuk tidak menghadap ke arah pintu. Adab ini adalah untuk menghindari terlanggarnya kehormatan muslim lainnya dengan melihat sesuatu yang bukannya haknya untuk dilihat.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Bisyr radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أتى باب قوم لم يستقبل الباب من تلقاء وجهه ولكن من ركنه لأيمن أو لأيسره ويقول : السلام عليكم السلام عليكم
”Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mendatangi pintu/rumah seseorang, beliau tidak berdiri di depan pintu. Akan tetapi di samping kanan atau di samping kiri. Kemudian beliau mengucapkan : Assalamu’alaikum Assalamu’alaikum” (HR. Abu Dawud).
4.
Tidak boleh melihat ke dalam rumah
Poin ini merupakan kaitan dari poin nomor 3 di atas.
Dari Hudzail ia berkata : “Seorang laki-laki – ‘Utsman bin Abi Syaibah menyebutkan laki-laki ini adalah Sa’ad bin Abi Waqqash radliyallaahu ‘anhu – berdiri di depan pintu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk meminta ijin. Ia berdiri tepat di depan pintu. – Utsman bin Abi Syaibah mengatakan : Berdiri mengahadap pintu - . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya :
هكذا عنك - هكذا - فإنما الإستئذان من النظر
”Menyingkirlah dari depan pintu, sesungguhnya meminta ijin itu disyari’atkan untuk menjaga pandangan mata” (HR. Abu Dawud).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
لو أن امرأ إطلع عليك بغير إذن فخذفته بحصاة ففقأت عينه ما كان عليك من جناح
”Sekiranya ada seseorang yang mengintip rumahmu tanpa ijin, lalu engkau melemparnya dengan batu sehingga tercungkil matanya, maka tidak ada dosa atasmu” (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah beberapa adab Islam dalam minta ijin masuk rumah yang ana coba himpun. Masih banyak yang belum tertulis secara detail, namun setidaknya inilah pokok-pokoknya. Semoga bermanfaat,..... dan yang lebih penting lagi : Semoga Allah mempermudah kita untuk melakukannya serta mencintai sunnah-sunnahnya shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Allahu a’lam.
المراجع :
١. لباب التفسير من ابن كثير - تأليف : الدكتور عبد الله ال الشيخ.
٢. كيف تربي ولداًَ صالحاًَ.
٣. رياض الصالحين، تخريج : الشيخ الألباني.
Abul-Jauzaa' dan Ummu Humaid