Memperbaiki
Niat
Tidak bisa dipungkiri
bahwa niat merupakan landasan dasar dalam setiap amalan. Hendaklah setiap muslim
yang akan bertamu, selain untuk menunaikan hajatnya, juga ia niatkan untuk
menyambung silaturahim dan mempererat ukhuwah. Sehingga,… tidak ada satu amalan
pun yang ia perbuat melainkan berguna bagi agama dan dunianya. Tentang niat ini
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امريء ما نوى
“Sesungguhnya seluruh
amal perbuatan itu dengan niat dan setiap orang tergantung pada apa yang ia
niatkan” (HR. Bukhari, Muslim dan selain keduanya).
Ibnul-Mubarak berkata
:
رب عمل صغير تعظمه النية ورب عمل كبير تصغره النية
“Betapa amal kecil
diperbesar oleh niatnya dan betapa amal besar diperkecil oleh niatnya”
[Jaami’ul-Ulum wal-Hikam halaman 17 – Daarul-Hadits].
Memberitahukan
Perihal Kedatangannya (untuk Minta Ijin) Sebelum Bertamu
Adab ini sangat
penting untuk diperhatikan. Mengapa ? Karena tidak setiap waktu setiap muslim
itu siap menerima tamu. Barangkali ia punya keperluan/hajat yang harus
ditunaikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau barangkali ia dalam keadaan
sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu sebagaimana dianjurkan oleh syari’at.
Betapa banyak manusia yang tidak bisa menolak seorang tamu apabila si tamu telah
mengetuk pintu dan mengucapkan salam padahal ia punya hajat yang hendak ia
tunaikan.Allah telah memberikan kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana
komunikasi (surat, telepon, sms, dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk
melaksanakan adab ini.
Menentukan Awal dan
Akhir Waktu Bertamu
Adab ini sebagai alat
kendali dalam mengefisienkan waktu bertamu. Tidak mungkin seluruh waktu hanya
habis untuk bertamu dan melayani tamu. Setiap aktifitas selalu dibatasi oleh
aktifitas lainnya, baik bagi yang bertamu maupun yang ditamui (tuan rumah).
Apabila memang keperluannya telah usai, maka hendaknya ia segera berpamitan
pulang sehingga waktu tidak terbuang sia-sia dan tidak memberatkan tuan rumah
dalam pelayanan.
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
فإذا قضى أحدكم نهمته من وجهه فليعجل إلى أهله
“Apabila salah
seorang diantara kamu telah selesai dari maksud bepergiannya, maka hendaklah ia
segera kembali menuju keluarganya” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Berwajah Ceria dan
Bertutur Kata Lembut dan Baik Ketika Bertemu
Wajah muram dan tutur
kata kasar adalah perangai yang tidak disenangi oleh setiap jiwa yang
menemuinya. Allah telah memerintahkan untuk bersikap lemah lembut, baik dalam
hiasan rona wajah maupun tutur kata kepada setiap bani Adam, dan lebih khusus
lagi terhadap orang-orang yang beriman. Dia telah berfirman
:
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan berendah dirilah
kamu terhadap orang-orang yang beriman” [QS. Al-Hijr :
88].
Ibnu Katsir dalam
Tafsirnya berkata :
ألن لهم جانبك, كقوله : لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما
عنتم حريص عليكم بالمؤمنين رءوف رحيم
“Maksudnya bersikap
lemah lembutlah kepada mereka sebagaimana firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang kepada orang-orang beriman” (QS. At-Taubah : 128)
[selesai perkataan Ibnu Katsir].
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لا تحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه
طلق
“Janganlah
sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari kebaikan-kebaikan, meskipun hanya
kamu menjumpai saudaramu dengan muka manis/ceria” [HR.
Muslim].
Selain berwajah ceria
dan bertutur kata lembut, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah hendaklah
ia berkata baik dan benar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan tegas
telah memberi peringatan :
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو
ليصمت
“Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia
diam” [HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya. Hadits ini terdapat dalam
Arba’in Nawawi nomor 15].
Beliau shallallaahu
‘alaihi wasallam menggandengkan kata iman dengan pilihan antara berbicara baik
atau diam. Mafhumnya, jika seseorang tidak mengambil dua pilihan ini, maka ia
dikatakan tidak beriman (dalam arti : tidak sempurna imannya). Hukum asal dari
perbuatan adalah diam. Kalaupun ia ingin berkata, maka ia harus berkata dengan
kata-kata yang baik. Sungguh rugi jika seseorang bertamu dan bermajelis dengan
mengambil perkataan sia-sia lagi dosa seperti ghibah, namimah (adu domba), dan
lainnya yang tidak menambah apapun dalam timbangan akhirat kelak kecuali dosa.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إن الرجل ليتكلم بالكلمة ما يتبين ما فيها يزل بها في النار
أبعد ما بين المشرق والمغرب
‘Sesungguhnya
seseorang mengucapkan kata-kata, ia tidak menyangka bahwa ucapannya menyebabkan
ia tergelincir di neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat” [HR.
Bukhari dan Muslim].
Tidak Sering
Bertamu
Mengatur frekwensi
bertamu sesuai dengan kebutuhan dapat menimbulkan kerinduan dan kasih-sayang.
Hal itu merupakan sikap pertengahan antara terlalu sering dan terlalu jarang.
Terlalu sering menyebabkan kebosanan. Sebaliknya, terlalu jarang mengakibatkan
putusnya hubungan silaturahim dan kekeluargaan.
Dianjurkan Membawa
Sesuatu Sebagai Hadiah
Memberi hadiah
termasuk amal kebaikan yang dianjurkan. Sikap saling memberi hadiah dapat
menimbulkan perasaan cinta dan kasih saying, karena pada dasarnya jiwa senang
pada pemberian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
:
تهادوا تحابوا
“Berilah hadiah di
antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” [HR. Bukhari dalam
Al-Adabul-Mufrad no. 594; dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwaa’
no. 1601].
Tidak Boleh Seorang
Laki-Laki Bertamu kepada Seorang Wanita yang Suaminya atau Mahramnya Tidak Ada
di Rumah
Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam sangat keras menekankan pelarangan ini sebagaimana
sabda beliau :
إياكم والدخول على النساء فقال رجل من الأنصار يا رسول الله
أفرأيت الحمو قال الحمو الموت
“Janganlah
sekali-kali menjumpai wanita”. Maka seorang laki-laki dari kaum Anshar bertanya
: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan Al-Hamwu?”. Beliau menjawab : “Al-Hamwu
adalah maut” [HR. Bukhari dan Muslim].
Imam Al-Baghawi dalam
menerangkan hadits ini mengatakan : Al-Hamwu jamaknya Ahma’ yaitu keluarga
laki-laki dari pihak suami dan keluarga perempuan dari pihak istri. Dan yang
dimaksudkan di sini adalah saudara laki-laki suami (ipar) sebab dia bukan mahram
bagi istri. Dan bila yang dimaukan adalah ayah suami sedang ayah suami adalah
mahram, maka bagaimana lagi dengan yang bukan mahram ?
[selesai].
Tentang kalimat
“Al-Hamwu adalah maut”; Ibnul-‘Arabi berkata : “Ini adalah kalimat yang
diucapkan oleh orang Arab, sama dengan ungkapan : Serigala adalah maut. Artinya,
bertemu serigala sama dengan bertemu maut”.
Dan
Lain-Lain
Masih banyak
adab-adab bertamu jika diuraikan secara lebih luas lagi seperti memilih waktu
untuk bertamu, mengucapkan salam, menjaga pandangan, dan yang lainnya dimana
sebagiannya telah dituliskan di "Adab-Adab Minta Ijin"
(http://manrapishop.blogspot.com/2015/02/kewajiban-meminta-ijin-sebelum-memasuki.html).
Sedikit yang bisa dituliskan di atas semoga bermanfaat bagi kita semua. Allaahu
a’lam.
Ditulis kira-kira 2
tahun yang lalu di Bogor, Dzulhijjah 1427 H.
Abul-Jauzaa'
No comments:
Post a Comment